Posts

Showing posts from March, 2013

Matematika: Catatan Tentang Cinta Posesif nan Mistis (Opini)

Dulu kecintaan saya pada eksakta sudah mencapai level akut. Entah itu fisika, biologi, kimia, atau malah matematika. Cinta pertama tentu saja matematika. Matematika itu bapak dari segala ilmu, sebuah pendapat egois dari seorang pribadi. Toh filosofi sebagai ibu dari segala ilmu sudah dishahihkan, jadi apa ooosalahnya jika kita carikan beliau pendamping biar tidak kesepian. Ok, balik ke matematika. Saya selalu percaya bahwa matematika itu mistis,  fair  dan romantis. Dalam setiap caraNya yang sampai sekarang belum bisa terdefinisikan, hampir semua gaya saya berlogika, berpikir, menyusun rencana, mematangkan persiapan, mengatur strategi bahkan pada level bersosialisasi pun terpengaruh dari beberapa logika matematika. Saya menyadari hal itu ketika saya masih duduk di bangku SMP kelas 1 semester ganjil, bulan pertama dan mencoba memetakan keahlian masing-masing teman sekelas lalu menuangkannya ke sebuah wujud matriks sederhana yang kemudian dengan sukses menjadi kunci saya berkompetis

Semoga Kamu Bukan Bintang (Sajak)

A ku yakin di ujung sana, di pinggiran semesta mungkin, konstelasi bintang pernah membentuk nama kita dari sekian miliar kemungkinan kombinasi posisi pada orbit-orbit mereka. Seyakin ringan langkahmu kala merengek minta diantar ke planetarium selepas kelas astronomi pertamamu, hanya demi memuaskan dahaga akan cincin Orion. Tak peduli seberapa kali kamu mengoceh tentang postulat-postulat Einstein hingga hubungan antara enak tidaknya gulai kari buatanmu dengan kaidah Lorentz (yang sampai sekarang belum sanggup aku patahkan keshahihannya), bagiku keceriaan dunia kecilmu seumpama Anggun C. Sasmi bersabda, salju di tengah Sahara. Teduh. Namun terkadang dirimu terlalu masyuk hingga mungkin kamu lupa aku disini untuk siapa.  Melambat aku meraba-raba orbitku yang ku rasa hanya sebaik komet. Pelengkap yang lalu hilang pun tak apa. Aku naif? Atau kamu yang tak peka? Aku butuh kamu menjadikanku porosmu.  Kamu paham konsep matahari dan bumi? Aku mataharimu.

Pancoran (Cerpen)

Pagi belum genap, ibu sudah membawa segayung air sebagai pengganti jam weker . Setengah gelagapan tersedak air, aku pontang-panting berlari ke tempat wudhu. “... asholatu khairum minannaum... asholatu khairum minannaum...”  Suara serak Wak Limin terdengar dari corong surau. “ Rampung sholat , ojo keturon maneh nang mburi! Ndang muleh, makani pithik terus sisan nggolek o kayu nggo masak, nggeh ?” Kali ini suara ibu yang kencang. “ Nggeh, Buk .” Sahutku setengah berlari menuju satu-satunya surau di desa kami demi melihat Wak Limin tertatih-tatih menuju tempat imam. Subuh selalu seperti ini di desaku. Dingin dan damai. Jam dinding usang di ruang tamu menunjuk pukul 04:45 saat aku bergegas membantu ibu membuka toko kelontong depan rumah. Toko kami kecil, jualannya pun seadanya. Kadang kalau dagangan sudah hampir habis tapi uang modal entah menguap kemana, toko tidak buka, tidak jualan sehari dua hari. Setelah dapat pinjaman sedikit, buka lagi. Biasanya selepas menata re