Posts

Showing posts from 2011

Jalan Seorang 'Wayang' : Part 2 (Potongan Novel)

Aku merasa dikejar sesuatu. Tak jelas wujudnya. Namun aku bisa merasakan pekatnya kepahitan dan rasa nelangsa yang sangat kuat menyedot. Semakin deras lariku, semakin pekat dan kelam. Sekejap, byarr!! Aku tersentak dari tidur, mimpi ternyata. Ku lirik setengah mata jam beker yang berdering-dering riang. Pukul 05.00. Dari kejauhan samar, sangat samar lolongan panjang entah anjing atau serigala terdengar. Tak urung meremang juga bulu kuduk ini, yang aku yakin tak ada hubungannya dengan rasa dingin suhu minus 5 derajat  saat ini. Setengah melompat, aku menuju kamar mandi. Mencuci muka mungkin bisa sedikit membantu menurunkan intensitas detak jantungku yang masih berlari usai mengalami mimpi aneh barusan. 

Jalan Seorang 'Wayang' : Part 1 (Potongan Novel)

Frankfurt am Main, 12 Desember 2015. S alju perlahan menuruni langit Oberhausen pagi ini. Hmmh, pagi yang cerah meskipun sinar matahari masih sedikit sekali yang berpendar. Lambat laun ku tarik selimut tebal wol yang sudah 2 tahun ini setia tak beranjak dari tempat tidur. Selimut itu pemberian ibu saat aku hendak berangkat ke Jerman. Yah, sudah 2 tahun dan rasanya baru kemarin masih bisa ku hirup aroma kampung halaman. Bergegas aku melompat ke dapur. Menyiapkan sedikit pengganjal perut untuk pagi di awal musim dingin yang datang tepat waktu menjelang pertengahan Desember ini. Dingin sekali! Aku periksa penunjuk suhu ruangan. Ouch, 4 derajat di bawah nol. Sambil tersandung-sandung terpaksa aku ambil baju tebal musim dinginku, kalau tidak dalam satu jam bisa dipastikan kulit dan bibirku pecah-pecah berdarah. Untung lah ini hari Minggu, aku bisa ongkang-ongkang kaki sampai siang dan tentu saja tanpa mandi.

Dari Pena Mahasiswa Hingga Roda Perubahan (2) : Menggugat Lewat Coretan (Opini)

S alah satu cermin itu bernama Gie, Soe Hok Gie. Lantang saja dia berteriak menggaungkan ideologi yang dipegangnya lekat-lekat. Namun bukan dengan aksi-aksi demonstrasi frontal, anarkis yang acapkali diusung mahasiswa sekarang. Gie bersikap lebih elegan dengan mencoretkan setiap ide, gagasannya melalui tulisan. Ya, itulah Soe Hok Gie. Pemuda yang lahir di Jakarta lebih dari setengah abad silam (17 Desember 1942-red). Mahasiswa Fakultas Sastra Universitas Indonesia Jurusan Sejarah tahun 1962-1969 ini sangat lantang terhadap segala kebijakan yang tidak berlandaskan persamaan hak. Cermin, ya cermin. Pada beliau kita sebagai mahasiswa harus bercermin tentang bagaimana ideologi tetap harus dijaga dan dihirup. Sebagai seorang idealis Gie percaya bahwa  humanisme adalah keluhuran budi manusia, kemudian menampik sekat-sekat ideologi agar setiap manusia mempunyai hak sama rata kala itu. Rasanya sangat sesuai apa yang diyakini Soe Hok Gie dengan apa yang tengah terjadi di republik tercinta ki

Dari Pena Mahasiswa Hingga Roda Perubahan (Opini)

Image
Soe Hok Gie. Gie. Beliau belum pernah meng-klik tombol 'like' ataupun meng-update status di jejaring sosial macam facebook dan sejenisnya. Pasti, karena tahun-tahun dimana Soe Hok Gie bersuara lantang, bangsa ini belum mengenal apa itu internet, email, blog, situs. Ah, terlalu muluk. Bisa hidup tenang tanpa diusik oleh tarikan golongan kiri atau kanan sudah menjadi hak eksklusif waktu itu. Sekarang ada baiknya kita mengenal Soe Hok Gie dulu. Sebentar, tema tulisan ini tidak jauh-jauh dari ' mahasiswa ', 'media massa' tapi mengapa Soe Hok Gie yang diulas? 

"Bayar Pajak Dimana?" (Opini)

T ergelitik oleh sebuah kenyataan kecil mengenai hakikat perpajakan, saya ingin mengupas sedikit dan berasumsi lebih banyak mengenai bagaimana pajak itu di pandang di masyarakat.