Semoga Kamu Bukan Bintang (Sajak)

Aku yakin di ujung sana, di pinggiran semesta mungkin, konstelasi bintang pernah membentuk nama kita dari sekian miliar kemungkinan kombinasi posisi pada orbit-orbit mereka. Seyakin ringan langkahmu kala merengek minta diantar ke planetarium selepas kelas astronomi pertamamu, hanya demi memuaskan dahaga akan cincin Orion.

Tak peduli seberapa kali kamu mengoceh tentang postulat-postulat Einstein hingga hubungan antara enak tidaknya gulai kari buatanmu dengan kaidah Lorentz (yang sampai sekarang belum sanggup aku patahkan keshahihannya), bagiku keceriaan dunia kecilmu seumpama Anggun C. Sasmi bersabda, salju di tengah Sahara. Teduh. Namun terkadang dirimu terlalu masyuk hingga mungkin kamu lupa aku disini untuk siapa. Melambat aku meraba-raba orbitku yang ku rasa hanya sebaik komet. Pelengkap yang lalu hilang pun tak apa. Aku naif? Atau kamu yang tak peka? Aku butuh kamu menjadikanku porosmu. Kamu paham konsep matahari dan bumi? Aku mataharimu.

Senja itu kamu manis sekali, semanis sapuan lipgloss di bibirmu yang tumben setumben-tumbennya cemberut. “Aku mau lihat bintang”|”Yawda aku antar dan nanti aku jemput setelah kamu selesai. Seperti biasa kan”|”Aku mau lihat bintang...tapi sama kamu..sampai aku capek...sampai kamu gendong aku pulang...sampai kamu peluk aku sebelum kamu tinggal aku tertidur...sampai kamu bilang cinta sama aku dan bilang aku nggak boleh pergi darimu sampai kapanpun... Gimana? Apa kamu tetep mau mengantarku melihat bintang?”

Mungkin seperti itu percakapan batin kita kala itu. Ya, aku yakin seperti itu, seyakin hangat diamnya tubuhmu dalam dekapanku.

Aku yakin disana, di ujung semesta mungkin, beberapa bintang sedang bertransform menjadi lubang hitam yang menyedot semua kemungkinan-kemungkinan di setiap lini waktu dan dimensi dan dengan anggun menyisakan satu takdirNya. Kita.


Gunawan Wiyogo Siswantoro
19:54 WIB-Cempaka Putih, 10 Maret 2013

Comments

Popular posts from this blog

Labirin 'Loopless' Bernama Dilatasi Waktu (Opini)

Nusantara: Romantisme Masa Lalu

Jaya Jaya Wijayanti! (Resensi Buku Seri Kelima Gajah Mada: Hamukti Moksa)