Dari Pena Mahasiswa Hingga Roda Perubahan (2) : Menggugat Lewat Coretan (Opini)

Salah satu cermin itu bernama Gie, Soe Hok Gie. Lantang saja dia berteriak menggaungkan ideologi yang dipegangnya lekat-lekat. Namun bukan dengan aksi-aksi demonstrasi frontal, anarkis yang acapkali diusung mahasiswa sekarang. Gie bersikap lebih elegan dengan mencoretkan setiap ide, gagasannya melalui tulisan. Ya, itulah Soe Hok Gie. Pemuda yang lahir di Jakarta lebih dari setengah abad silam (17 Desember 1942-red). Mahasiswa Fakultas Sastra Universitas Indonesia Jurusan Sejarah tahun 1962-1969 ini sangat lantang terhadap segala kebijakan yang tidak berlandaskan persamaan hak. Cermin, ya cermin. Pada beliau kita sebagai mahasiswa harus bercermin tentang bagaimana ideologi tetap harus dijaga dan dihirup. Sebagai seorang idealis Gie percaya bahwa humanisme adalah keluhuran budi manusia, kemudian menampik sekat-sekat ideologi agar setiap manusia mempunyai hak sama rata kala itu. Rasanya sangat sesuai apa yang diyakini Soe Hok Gie dengan apa yang tengah terjadi di republik tercinta kita saat ini. Bahwa humanisme harusnya ditegakkan demi keluhuran budi manusia untuk menghapus sekat-sekat yang menyebabkan perbedaan hak apapun itu di negara ini.

Bicara soal gagasan yang dituangkan dalam tulisan, disini mau tak mau peran coretan mahasiswa akan sangat berperan. Memainkan peran penting. Penulis yakin bahwa setiap mahasiswa yang berdemo dengan ‘gigih’nya itu tentu tidak datang dengan isi kepala seadanya. Otak mereka dipenuhi gagasan-gagasan perubahan. Namun gagasan-gagasan itu haruslah dituangkan demi menyikapi elit-elit negeri ini yang seakan tertutup mata, hati, dan telinga mereka.

Lihatlah carut marut negeri ini. Perjuangan untuk HAM dan persamaan mentok di propaganda. Angka kemiskinan turun tapi indeks pertumbuhan penduduk meningkat. Pendapatan per kapita melonjak tapi range/kesenjangan antara pendapatan tertinggi dengan pendapatan terendah sangat jauh. Belum lagi masalah moralitas para jajaran legislatif yang terkesan sangat tidak peka terhadap keadaan miris rakyat yang diwakilinya. Sangat wajar bila saat ini di negeri ini banyak rakyat yang menginginkan perubahan di tengah kesenjangan yang sangat lebar antara pemerintah dengan rakyatnya.

Banyak kalangan mengangap perubahan suatu bangsa berada pada punggung mahasiswa. Asumsi itu cukup beralasan mengingat dalam catatan sejarah mahasiswa cukup mampu membuat dinamika yang cukup masif dan kemampuan intelektual yang memadai adalah kekhususan yang dimiliki mahasiswa dimata rakyat. Toh selama ini gerakan mahasiswa memang selalu menyebabkan perubahan mulai dari Orla hingga masa reformasi. Gejala ini kemudian membumi sedemikian hebat dan cukup berlebihan sampai-sampai mahasiswa diplot sebagai pahlawan bangsa atau koboy yang akan turun gunung jika terjadi kejahatan. Moralitas mahasiswa yang tercermin dalam gerakan moralnya (moral force) diturunkan dalam bahasa praktek bahwa posisi mahasiswa adalah agen of change dan agen of control. Ini adalah salah satu cara pandang yang harus kita kritisi. Mengapa? Karena nyatanya saat ini berbagai gerakan mahasiswa lebih banyak berujung anarkis. Hal ini sebagai bagian dari kritik terhadap reformasi yang ternyata meskipun membawa perubahan namun pada prakteknya tidak sanggup menjawab perubahan yang cukup mendasar di negeri ini yaitu kesejahteraan dan persamaan hak.

Ada apa gerangan dengan gerakan mahasiswa sehingga masih belum sanggup menjawab perubahan yang cukup mendasar di negeri ini? Sepertinya memang perlu dilakukan sedikit pola gerakan yang diusung para mahasiswa saat ini. Mahasiswa harus paham medan paham ranah ‘perang’ sekarang lebih variatif. Jika dahulu medan perjuangan mereka adalah jalanan, aula gedung-gedung pemerintah, kini ada satu lagi medan yang patut mereka masuki lagi, media massa. Jika saja mahasiswa lebih banyak menyuarakan kritik maupun keinginannya dengan menulis melalui media, baik dalam bentuk opini maupun sekedar membuat artikel, maka lambat laun perubahan yang diharapkan akan terjadi. Sebenarnya hal tersebut bukan hal baru di tengah begitu maraknya jejaring sosial, kemudahan koneksi internet saat ini. Mahasiswa harusnya sanggup memindahkan hasil-hasil pemikiran di dalam forum diskusi, bangku kuliah, bahkan tempat nongkrong mereka umumnya (warung kopi) ke dalam format tulisan atau artikel kemudian disebarkan melalui media massa.

Sejarah menunjukkan betapa tulisan sangat memberi warna pada coretan nasib bangsa ini. Entah bagaimana nasib kaum wanita jika saja R.A. Kartini tidak menuangkan buah pikirannya ke dalam tulisannya yang berjudul Habis Gelap Terbitlah Terang. Entah apakah gagasan tentang koperasi akan sempat menjadi soko guru perekonomian Indonesia jika Bung Hatta tidak mencoretkan gagasannya itu. Presiden pertama RI, Ir. Soekarno pun sangat rajin menulis dan sangat peduli terhadap perihal menuangkan ide dalam tulisan (tulis-menulis). Tentu saja tak ketinggalan Soe Hok Gie dengan gagasan persamaan hak manusiawi-nya. Masih banyak tokoh nasional lainnya yang juga mengubah nasib Indonesia melalui coretannya.

Dengan melihat keadaan bangsa saat ini tak berlebihan rasanya jika tulisan-tulisan dari mahasiswa akan sangat memegang peran dalam perbaikan nasib bangsa ini ke depan. Dengan menulis, mahasiswa juga akan menginpirasi masyarakat dari berbagai golongan untuk menyuarakan gagasannya secara beretika. Agar sedikitnya rakyat kita tidak tumpul pemikiran dengan begitu maraknya tayangan televisi saat ini yang (mohon maaf) kurang mendidik, tayangan berita yang timpang, tidak netral, dan cenderung tendensius. Bahkan suatu isu hangat yang menyangkut nasib negeri akan segera tertutupi dengan isu kecil dan remeh temeh semacam video lip sync. Kasus Century yang teralih oleh kasus pornografi Ariel. Kasus gedung baru DPR yang lambat laun ter-kamuflase dengan videp lip sync seorang anggota Brimob yang lebih heboh dari isu-isu nasional sebelumnya.

Sudah saatnya mahasiswa ‘turun gunung’ lagi untuk membawa perubahan bagi negeri ini (lagi). Mari sedikit kita ubah strategi ‘demonstrasi’ kita. Bagi yang punya gagasan-gagasan, ide, atau apapun yang bisa ditulis untuk disumbangkan bagi gerakan perubahan ini, jangan ragu. Tulis dan sebarkan ke segala arah. Bagi yang masih bersemangat turun ke jalan, mari turun ke jalan dengan damai dan beretika. Ayo mahasiswa, jalan dan fitrahmu sudah ditentukan, AGENT OF CHANGE!!


Gunawan Wiyogo Siswantoro,
'Mahasiswa Semester 6, Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN)
Spesialisasi Kebendaharaan Negara'.

Comments

  1. mahasiswa, masa depan bangsa :D
    nice post

    ReplyDelete
  2. :), makasih Orangekusuka..ttp menulis untuk perubahan yg positif

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Labirin 'Loopless' Bernama Dilatasi Waktu (Opini)

Nusantara: Romantisme Masa Lalu

Jaya Jaya Wijayanti! (Resensi Buku Seri Kelima Gajah Mada: Hamukti Moksa)