"Bayar Pajak Dimana?" (Opini)

Tergelitik oleh sebuah kenyataan kecil mengenai hakikat perpajakan, saya ingin mengupas sedikit dan berasumsi lebih banyak mengenai bagaimana pajak itu di pandang di masyarakat. 

Ada seorang teman pernah bertanya pada saya, "bayar pajak itu dimana, di KPP* kah atau KPPN* atau Bank Persepsi*?" (kebetulan teman saya itu baru pulang dari mengikuti kuliah perpajakan). Mungkin untuk kalangan akademisi maupun praktisi perpajakan pertanyaan tersebut sangat mudah saja dijawab. Ya sangat mudah dijawab, Bank Persepsi. Tapi saya sempat tersentak karena terus terang pada awal saya mendapat kuliah perpajakan, pertanyaan serupa muncul di otak saya waktu itu. Namun ada suatu hal atau kalau boleh saya sebut pesan tersembunyi dari pertanyaan teman saya bahwa betapa minim informasi perpajakan bagi khalayak luas (masyarakat). Masih belum jelas pesannya? Baik, saya berikan sedikit pengantar. Katakanlah penduduk Indonesia saat ini adalah 220 juta jiwa (perkiraan kasar), kemudian kita bandingkan jumlah mahasiswa Indonesia tahun 2011 yang ternyata hanya 4,8 juta jiwa. Ya, HANYA 4,8 juta jiwa. 


Mahasiswa selalu identik dengan 'oknum' berwawasan luas, pusat informasi yang cukup bisa diandalkan. Lalu, jika pada level mahasiswa saja (apalagi mahasiswa kampus kedinasan Kementerian Keuangan) sempat bingung perihal dimana tempat membayar pajak, bagaimana dengan masyarakat pada umumnya? Sampaikah informasi-informasi penting lainnya kepada mereka, para masyarakat. Jujur, saya menilai hal ini cukup fatal. 


Ketidaktahuan masyarakat tentang dimana pajak itu harusnya dibayarkan dapat memunculkan peluang penyelewangan/korupsi. Katakan seorang awam yang mempunyai niat baik untuk membayar pajak datang ke KPP membawa uang, berharap dia dapat menyetor pajaknya disana. Kalau orang tersebut bertemu pegawai pajak yang jujur, tidak masalah karena dia akan diberitahu kalau KPP hanya melayani dan membantu administrasi perpajakannya saja, untuk penyetoran uangnya ke Bank Persepsi. Tapi lain cerita jika orang tersebut bertemu dengan pegawai 'Gayus' (disini saya hanya berasumsi, saya berharap seluruh pegawai pajak dan juga pegawai kepemerintahan yang lain selalu bersikap jujur dan anti korupsi. Amin), kemungkinan orang awam tersebut 'tersesat' dan menyetorkan pajaknya ke 'pos' selain Bank Persepsi menjadi jauh lebih besar. 


Oleh karena itu saya sungguh berharap kebijakan pemerintah untuk 'menjemput bola' dalam pelayanan-pelayanan publik (tidak hanya perpajakan) haruslah sanggup 'berbicara' di lapangan dan bukan hanya menjadi sekedar tulisan dan cetakan di kolom 'Visi dan Misi' kantor-kantor pemerintahan. Salam hangat.


index
*KPP   : Kantor Pelayanan Pajak.
*KPPN : Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara.

*Bank Persepsi :   Bank umum yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan untuk menerima setoran penerimaan negara bukan dalam rangka impor, yang meliputi penerimaan pajak, cukai dalam negeri, dan penerimaan negara bukan pajak.

Comments

  1. bayarx d htmu sayaangg :D :D, just kid bosss

    ReplyDelete
  2. udah macam iklan aja -__-'. heuheu

    ReplyDelete
  3. InsyaAllah kami terus belajar untuk menjadi lebih baik. Selama ini kesulitan terbesar adalah publik opini yang terbentuk bahwa pajak itu busuk, dan kami akui tidak mudah untuk terus memberikan pengertian bagaimana seharusnya "membayar pajak itu". Tentunya banyak cara sudah dilakukan DJP untuk menjadi sahabat bagi WP bukan sebaliknya. Thanks buat tulisannya, sukses!!

    ReplyDelete
  4. Aminn, segala bentuk kebaikan patutlah didukung, bukan begitu sodara??heuheu. Itu di paragraf terakhir harapan saya bukan hanya di bdg perpajakan, tp slrh pelayanan publik. Smg bermanfaat. Salam hangat!

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Labirin 'Loopless' Bernama Dilatasi Waktu (Opini)

Nusantara: Romantisme Masa Lalu

Jaya Jaya Wijayanti! (Resensi Buku Seri Kelima Gajah Mada: Hamukti Moksa)