Sepotong Malam di Ujung Kota #02 (Sajak)
Senja menghilang di ubun-ubun kota.
Gunawan Wiyogo Siswantoro
Tapakmu yang berlarian riang tak
tentu arah menyeretku ke dalam pusaran kenangan.
Lampu kota temaram, jalan setapak,
taman kota, alun-alun, bintang.
Dua jam.
Nampaknya kamu mulai lelah.
Di bawah pepohonan rindang itu kamu
berhenti, tersengal-sengal oleh nafasmu yang bersahutan.
Aku menduga kakimu sudah dipasang
susuk-susuk kanuragan.
Tungkaiku lemas kau seret berlarian
sepanjang trotoar.
Menggoda anjing penjaga lalu
pontang panting terpingkal-pingkal melihatku berantakan dikejar binatang
berliur dan bertaring itu.
Tiga puluh menit.
Mungkin jam biologismu terbalik
dari kebanyakan orang.
Bagimu petang seperti ini kamu
anggap jam sembilan pagi.
Bernyanyi-nyanyi nyaring di tengah
alun-alun mengikuti alunan pemusik-pemusik jalanan.
Lima menit.
Di depan stasiun, hangat nafasmu
menyembur di sela-sela hidungku.
Pinggangmu yang aku remas perlahan
menggerakkan setiap sendimu untuk semakin merapat dalam pelukanku, sementara
tanganmu sibuk merobek tiket kereta kepulanganku yang baru saja berteriak
nyaring memulai perjalanannya.
Aku pulang, tidak hari ini.
Cempaka
Putih 03:37 WIB, 3 April 2013
Comments
Post a Comment