Mbak Nana dalam Pusaran Suara Rakyat, Vox Dei (?)
Sudah lama
Najwa Shihab mendapat nama panggilan yang cukup lucu. Mbak Nana. Bagi beberapa
orang yang suka mengikuti diskusi atau wawancara Najwa Shihab sejak lama, panggilan
ini seakan ingin menggerus kesan tegas dan ‘sangar’ Najwa saat mencecar
tokoh-tokoh publik. Memang kesan santai itu nampaknya yang ingin ditampilkan
akhir-akhir ini jika melihat frekuensi Mbak Nana yang sudah mulai kerap tampil
di layar publik tanpa tema sosial-politik-ekonomi. Seperti di beberapa acara
talkshow santai yang dihadirinya, Mbak Nana terlihat luwes mengikuti tema-tema
populis sembari mengikuti gimmick-gimmick
lucu ala milenial, berbagi panggilan ‘lo-gue’ dengan host dan seterusnya. Meminjam kata-kata Cak Lontong, very good job, Mbak Nana.
Najwa
Shihab kerap menjadi sorotan saat
wawancara atau diskusi dengan elit-politik dianggap terlalu berani
mengorek-ngorek keterangan yang cukup sensitif dan berbahaya. Mungkin anggapan
itu berangkat dari memori masa lalu di zaman Orde Baru, dimana mempertanyakan
kebijakan pemerintah maka konsekuensi paling ringannya pun sudah terasa berat. Kurungan
bui. Memang tak jarang gaya memancing opini Najwa pun sedikit mengundang provokasi
kepada narasumber, yang berakibat informasi-informasi krusial pun dapat dimunculkan
ke ruang publik. Tentu masih lekat di ingatan bagaimana Najwa mempertanyakan
kebijakan Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo dalam satu kesempatan
wawancara di Istana Kepresidenan baru-baru ini. Najwa Shihab terbukti tidak
canggung melontarkan pertanyaan-pertanyaan untuk menguak lebih jelas kebijakan
Presiden di masa pandemi Covid19 saat ini. Bahkan salah satu sesi-tanya dalam
wawancara tersebut menjadi viral saat Presiden menjelaskan perbedaan makna
mudik dan pulang kampung. Ramai tentu. Mengundang pro-kontra pasti, sampai-sampai
publik bahkan tak mengindahkan fakta bahwa Presiden Joko Widodo menggunakan
panggilan Mbak Nana untuk menyapa Najwa dalam wawancara itu.
Tak berhenti
disitu, kritikan Najwa Shihab, di berbagai kesempatan, berlanjut mengenai
program Kartu Prakerja dengan segala keraguan terhadap efektivitasnya di
situasi saat ini. Kritikan Najwa juga menyinggung besaran dana APBN yang digelontorkan
tanpa melalui proses lelang, terutama menyoal keterkaitan salah satu stafsus
milenial yang juga sebagai pendiri salah satu platform penerima program Kartu Prakerja. Telak.
Namun hari
ini saya membaca satu hal menarik mengenai Najwa Shihab di masa pandemi
Covid19. Kinerja DPR kali ini yang mendapat sentilan darinya. Melalui video
yang diunggah ke ruang publik, Najwa Shihab menyoroti tentang kualitas kerja
mereka dalam masa pandemi ini. Najwa menanyakan keseriusan DPR dalam upaya penanganan
Covid19 untuk Indonesia karena di tengah kecamuk virus Covid19, DPR masih ngotot membahas RUU Cipta Kerja, RUU KUHP,
dan RUU Pemasyarakatan. Seperti yang kita ketahui, ketiga RUU tersebut mendapat
pertentangan dari sebagian masyarakat karena ditengarai impikasinya akan memberatkan
masyarakat menengah ke bawah dan menguntungkan kelompok-kelompok elit. Jauh dari
asas keadilan.
Namun yang
menarik disini adalah respon-respon yang dilontarkan beberapa anggota DPR.
Sebut saja Arsul Sani dari Komisi III DPR. Beliau menilai Najwa mustinya dapat
melakukan klarifikasi kepada anggota DPR bahwa kritikannya lebih tepat jika
ditujukan ke pemerintah karena pembahasan ketiga RUU tersebut atas inisiatif
yang diajukan oleh pemerintah. Sehingga DPR mempunyai kewajiban untuk merespon
inisiatif itu maksimal dalam kurun waktu 60 hari. Hal ini menarik karena dalam
video kritikannya tersebut, Najwa juga sempat menyentil Menkumham, Yasonna
Laoly terkait RUU Pemasyarakatan yang disebut-sebut akan menguntungkan narapidana
koruptur. Sedangkan di beberapa kesempatan sebelumnya, Najwa beberapa kali
mengkonfrontir kebijakan Yasonna, yang menurutnya, terkesan berpihak terhadap
narapidana koruptor. Jadi, bagaimana kritik Najwa ini nanti ditanggapi? Sekedar
klarifikasi kemudian dilempar kesana-kemari? Tentu ini bukan permainan bola
voli.
Respon Andre
Rosiade dari Komisi VI DPR lebih menarik lagi. Kritikan Najwa tentang nekatnya
pembahasan tiga RUU yang kontroversial dibalasnya dengan cuitan di twitter
mengenai keterkaitan keluarga Najwa Shihab dengan salah satu vendor Kartu Prakerja. Sebagai tambahan
informasi, kakak dari Najwa Shihab, yaitu Nazeela Shihab adalah founder dari SEKOLAHMU yang juga
ditunjuk menjadi vendor program Kartu
Prakerja. Ada dua hal yang menarik disini. Pertama, cuitan Andre Rosiade yang
menyinggung keterkaitan Najwa Shihab dengan SEKOLAHMU sebagai salah satu vendor Kartu Prakerja praktis adalah
argumentasi falasi. It has nothing to do
with the topic, dude! Kedua, justru hal tersebut menggambarkan pandangan
Najwa yang tidak bias dalam hal kritiknya terhadap pelaksanaan Kartu Prakerja. Lha wong kakaknya ikut dapat bagian
dalam proyek Kartu Prakerja aja nggak menghalangi dia memberikan kritik, kok.
Tapi
ketidakpedulian para elit-politik ini harusnya sudah dapat ditangkap khalayak. Dalam
masa krisis seperti sekarang, berapa banyak politikus atau partai politik yang
turun membantu masyarakat? Tentu jauh lebh sedikit jika dibandingkan saat masa
kampanye pemilu, ya. Apa masyarakat Indonesia hanya seharga kaos tipis saringan
tahu bersablon seorang bapak berpeci atau ibu berkerudung yang mengepalkan
tangan? Vox populi, vox dei (?).
Gunawan Wiyogo Siswantoro
05 Mei 2020
Ban estes!
ReplyDeletewoiii
DeleteMantap. Untung dipanggilnya mbak nana. "na" nya ada 2.
ReplyDeletekalau "na" nya ada 28 bisa jadi lagu sheila on 7 - pemuja rahasia
diitung beneran trnyata..heuheu. thanks anw
Delete