'Hiu-Hiu Kecil' SPAN, Perlukah Dikelola? (Opini)
Langkah revolusi dan
reformasi saat ini sedang diusung Kementerian Keuangan khususnya oleh 3 unit
instansi Eselon I & II di dalamnya yaitu Direktorat Jenderal
Perbendaharaan, Direktorat Jenderal Anggaran, dan Pusintek melalui penerapan
suatu sistem aplikasi manajemen keuangan berbasis web bertajuk SPAN (Sistem
Perbendaharaan dan Anggaran Negara). Sistem ini digadang-gadang mampu
memperbaiki dan mempermudah proses bisnis keuangan terkait tugas dan fungsi
Direktorat Jenderal Perbendaharaan dan Direktorat Jenderal Anggaran saat ini.
Lebih jauh, SPAN diharapkan mampu mengintegrasikan sistem aplikasi dan data
keuangan di unit instansi vertikal Direktorat Jenderal Perbendaharaan dan mampu
memberikan beberapa keuntungan lain yang menjadi tujuan jangka pendek maupun
jangka panjang dari proyek besar ini.
Apakah SPAN suatu hal
yang baru?
Penggunaan sistem
informasi manajemen keuangan terintegrasi (seperti SPAN) memang baru digagas
dan dipelopori oleh Kementerian Keuangan dalam beberapa tahun terakhir di
kalangan instansi pemerintah di Indonesia. Namun berkaca dari sistem informasi
serupa yang diterapkan oleh pemerintah negara-negara maju dan berkembang yang
telah menerapkannya seperti Australia, U.K., U.S., Korsel, Thailand, Vietnam,
Kosovo[1], bisa kita katakan
SPAN bukanlah hal baru.
FMIS (Financial
Management Information System)/IFMIS (Integrated Financial Management
Information System) atau di sektor privat lebih sering dikenal dengan ERP
(Enterprise Resource Planning) adalah suatu sistem aplikasi yang dapat
melacak/merekam aktivitas keuangan dan memberikan ringkaran posisi keuangan
dari sebuah entitas[2]. Secara umum
keuntungan dari penerapan FMIS/IFMIS antara lain tersedianya informasi keuangan
yang terintegrasi, proses administrasi yang berkurang, menstandarkan proses
operasi, menstandarkan data dan informasi melalui keseragaman pelaporan,
terutama untuk entitas yang mempunyai entitas-entitas vertikal dalam jumlah
banyak dengan karakteristik yang berbeda-beda. Tujuan ini juga menjadi hal yang
secara umum akan dicapai SPAN ke depan.
Bagaimana dengan risiko
kegagalan SPAN?
Perkembangan terakhir
implementasi SPAN saat ini pelaksanaan GL Open sudah dilaksanakan. Kesiapan
infrastruktur telah mencapai tahap deployment. Selanjutnya tahapan pilotting
dan roll out akan segera dilaksanakan ke seluruh unit vertikal di seluruh
Indonesia. Layaknya setiap program atau proyek baru yang akan diterapkan pada
suatu entitas/unit instansi, progress yang cukup menggembirakan dari tahap
implementasi SPAN tentunya dibarengi dengan adanya beberapa hambatan/tantangan
yang mempunyai peran cukup strategis untuk dikelola.
Berkaca pada penerapan
ERP di sektor privat maupun penerapan FMIS di sektor publik pada beberapa
negara, fakta menunjukkan bahwa penerapan sistem informasi manajemen keuangan
mempunyai kemungkinan gagal jika risiko/hambatan/tantangan yang ada tidak
dikelola dengan baik. Survey[3] yang
dilakukan World Bank pada tahun 2009, berdasarkan dari pengalaman penerapan
IFMIS di 27 negara, memberikan gambaran bahwa penerapan IFMIS:
1. Membutuhkan waktu
antara 5-9 tahun untuk dapat diterapkan secara lengkap;
2. Rata-rata menghabiskan
dana sebesar $ 12 juta;
3. Hanya 21% dari 27
negara tersebut yang dapat menerapkannya tepat waktu dan tepat biaya.
Lebih jauh, pandangan
umum untuk pengadaan atau penerapan sistem informasi ini dalam skala yang besar
baik di sektor publik maupun privat adalah buruk, tingkat kegagalan yang cukup
tinggi dengan banyaknya sistem yang ditinggalkan sebelum berfungsi secara
penuh.
Sekilas uraian di atas
bukan berarti kita pesimis dalam menyongsong penerapan SPAN, namun justru
dengan memposisikan manajemen risiko sebagai suatu critical point yang
benar-benar harus dikelola dengan baik, persentanse keberhasilan implementasi
SPAN akan semakin meningkat dan di masa datang dapat dilaksanakan perbaikan
yang berkelanjutan.
Standar Manajemen Risiko
Australia/New Zealand Standard AS/NZS 4360:2004 versus COSO Enterprise Risk
Management 2004.
Saat ini berbagai standar
manajemen risiko yang diterapkan entitas publik maupun privat mempunyai banyak
jenis ataupun variasi diantaranya seperti Standar Canada, Standar Inggris,
Standar Manajemen Risiko Australia/New Zealand Standard AS/NZS 4360:2004, COSO
Enterprise Risk Management 2004 dan sebagainya. Dari beberapa jenis standar
manajemen risiko tersebut, yang paling sering dan banyak digunakan oleh
entitas-entitas di dunia Standar Manajemen Risiko Australia/New Zealand
Standard AS/NZS 4360:2004 dan COSO Enterprise Risk Management 2004. Sebelum
kita menentukan standar manajemen risiko mana yang paling tepat untuk
diterapkan untuk implementasi SPAN sesuai dengan karakteristiknya sebagai IFMIS
di sektor publik/pemerintah, ada baiknya kita mengetahui secara singkat
komponen dari masing standar tersebut.
Komponen utama Standar
Manajemen Risiko Australia/New Zealand Standard AS/NZS 4360:2004 terdiri dari :
1) komunikasi dan konsultasi; 2) penetapan konteks; 3) identifikasi risiko; 4)
analisis risiko; 5) evaluasi risiko; 6) perlakuan risiko; 7) monitor dan
review. Sebagai perbandingan, komponen utama dalam COSO Enterprise Risk
Management 2004 antara lain : 1) identifikasi lingkungan internal; 2) penentuan
tujuan; 3) identifikasi peristiwa; 4) penafsiran risiko; 5)respon risiko; 6) aktivitas
pengendalian; 7) informasi dan komunikasi; 8) pemantauan.
Secara konseptual Standar
Manajemen Risiko Australia/New Zealand Standard AS/NZS 4360:2004 memang bisa
diterapkan di sektor publik maupun privat, sedangkan COSO Enterprise Risk
Management 2004 lebih khusus merujuk pada penerapan di organisasi bisnis. Hal
ini terlihat dari proses manajemen risiko COSO Enterprise Risk Management 2004
memberikan penekanan lebih pada risiko bisnis, penciptaan nilai, lebih fokus
untuk kemungkinan pengurangan kerugian melalui reduksi biaya.
Saat ini, pemetaan data
hambatan/tantangan implementasi SPAN sudah dilakukan melalui SKP I dan SKP II
dan terkait dengan hasil survey tersebut Tim CMC memang sudah melakukan
langkah-langkah perbaikan terkait hambatan yang teridentifikasi (pada saat SKP
I) dan menunjukkan tren positif pada SKP II. Namun yang menjadi poin penting
disini adalah risiko adalah suatu hal yang sustainable dan dinamis sehingga
diperlukan lebih dari sekedar langkah-langkah perbaikan yang ‘notabene’ bersifat
temporer. Dari sini, manajemen risiko mutlak diperlukan demi menghadapi
hambatan, tantangan maupun risiko yang sewaktu-waktu muncul. Keberadaan risiko
memang diperlukan agar perbaikan pun dapat bersifat sustainable.
Karakteristik SPAN sebagai sistem informasi yang diterapkan di sektor publik, mungkin secara mutlak bisa langsung kita ‘vonis’ lebih tepat menerapkan Standar Manajemen Risiko Australia/New Zealand Standard AS/NZS 4360:2004 karena standar ini memang cenderung mengutamakan pencapaian tujuan organisasi bukan pada optimalisasi profit. Namun lebih jauh, beberapa komponen COSO Enterprise Risk Management 2004 juga sesuai untuk dimasukkan dalam sistem manajemen risiko implementasi SPAN nantinya. Mengapa? karena dalam aktivitas entitas/unit instansi pemerintah bukan tanpa biaya yang kecil dan tentu saja operation cost inilah yang perlu di-manage segala sesuatunya termasuk risiko. Penyesuain tersebut tentu harus dengan pertimbangan-pertimbangan yang matang serta penyesuaian baik secara konsep maupun secara aspek legalitas.
Sedikit memberikan analogi, di suatu perairan Jepang terdapat sejenis ikan yang biasa dikonsumsi penduduk lokal dan ikan tersebut terkenal dengan kelezatan dagingnya yang sulit ditandingi daging ikan dari perairan lain. Ternyata yang menyebabkan cita rasa khas dari ikan tersebut adalah adanya hiu-hiu kecil memakan ikan tersebut. Ikan yang menjadi buruan hiu kecil tentu saja akan berenang lebih 'giat' kesana kemari demi keselamatannya. Tentu ada beberapa ikan yang selamat dari perburuan itu. Efek dari terus-menerus berenang itulah yang menjadikan daging ikan tersebut bercita rasa luar biasa. Pertanyaannya, apakah implementasi SPAN ini akan kita biarkan berjalan apa adanya atau kita perlu 'hiu-hiu kecil' tadi?
Penulis : Gunawan Wiyogo Siswantoro
"perubahan kecil pada konteks dapat mengubah keadaan secara drastis"
-anonim-
[1] “Automating
Financial Management Information Systems in Post-Conflict Environments: Lessons
from Kosovo” The World Bank
[2] “Financial
Management”. Available from http://www.enabling.net/solution/financial-management (accessed
12 Mei 2012)
[3] “Modern
Integrated Financial Management Information System” by Dipankar Sengupta,
Director Tech, NIC\
References
-“Modern
Integrated Financial Management Information System” by
Dipankar Sengupta, Director Tech, NIC.
-“SPAN CHANGE MANAGEMENT AND COMMUNICATION
(CMC): Manajemen Perubahan dan Komunikasi
Pada Program SPAN” by TIM CMC SPAN.
-“Automating Financial Management Information Systems in Post-Conflict Environments: Lessons from Kosovo” by The World Bank.
Pada Program SPAN” by TIM CMC SPAN.
-“Automating Financial Management Information Systems in Post-Conflict Environments: Lessons from Kosovo” by The World Bank.
SPAN harus jalan!!!
ReplyDeletebayangin aja, gan
kerjaan kita makin mudah tapi bayaran kita makin asoi
hihihi
hahaha, iya tp yg di pusat ketir2 ini buat nyiapin XD,
ReplyDelete