Apakah Setarling Visibel untuk Diakusisi?
Warga Jakarta tentu sangat familiar dengan brand kafe kopi dan minuman Setarbak. Selain harganya yang cukup premium, brand satu ini juga secara efektif (namun tidak efisien) menaikkan derajat sosial dalam pergaulan kawula muda. Sebenarnya tidak hanya warga Jakarta saja, Setarbak sejatinya memang sudah dikenal secara nasional.
Namun ada opini menarik mengenai Setarbak belakangan. Setarbak dapat diasosiasikan sebagai unregulated bank. Apa pasal? Nah ini yang menarik. Setarbak sudah sangat terkenal dengan berbagai produk minuman olahan yang sebagian besar berbahan dasar kopi. Terdapat beberapa produk minuman yang lain dan beberapa kudapan ringan. Intinya Setarbak mempunyai core business yang tergolong dalam F&B. Food and Beverage. Namun alih-alih sebagai brand di sektor Food and Beverage, Setarbak sekarang dianggap sebagai sebuah bank yang belum diatur oleh otoritas monter. Unregulated Bank. Wow, sophisticated title, huh.
Setarbak mempunyai basis konsumen
yang cukup loyal dan masif. Ada lebih dari sekedar minuman dan kudapan disana.
Ada kelas sosial dan pride juga disana. Hal ini yang nampaknya memang diekplorasi
oleh tim riset Setarbak dan dieksekusi dengan cantik oleh manajemen dalam wujud
Kartu Setarbak yang terkoneksi pada Akun Setarbak. Basis konsumen yang loyal
dan masif menjadi potensi pengembangan pasar tingkat lanjut yang ciamik. Dengan iming-iming membership yang eksklusif
dan trendi, Akun atau Kartu Setarbak laris manis bak lontong kupang di gelaran panggung
dangdut. Belum lagi tawaran berbagai diskon dan fiturnya. Pemegang Kartu Setarbak
dapat menyimpan saldo di kartu tersebut layaknya elektronik money yang
kerap ditawarkan berbagai bank. Dengan berbagai kemudahan dan tawaran fitur
yang menarik, kecenderungan konsumen untuk menyimpan atau menambah saldo pada Kartu
Setarbak pun semakin meningkat.
Dari waktu ke waktu, saldo total yang
tersimpan pada kartu tersebut semakin meningkat. Pada akhir 2020 atau awal
2021, dilaporkan saldo tersebut secara global mencapai 1,5 milyar USD atau
sekitar Rp 21,5 triliun. Saldo tersebut dapat dikatakan sebagai dana masyarakat
atau yang lazim disebut Dana Pihak Ketiga (DPK). Berapa banyak bank di
Indonesia yang menguasai DPK sebesar itu? Silahkan akses informasi pada smartphone
Anda sekalian. Hal inilah yang melatarbelakangi Setarbak dijuluki sebagai unregulated
bank belakangan ini.
Apakah otoritas moneter perlu mengatur
lebih lanjut perihal ini? Tentu. Ada berbagai macam ijin yang harus dipenuhi
untuk mengumpulkan dana masyarakat apalagi dalam jumlah yang besar. Bank Indonesia
sendiri sepertinya ada perhatian ke arah sana. Hanya saja perhatian tersebut berwujud
kebijakan kenaikan limit maksimal saldo uang elektronik secara keseluruhan. Belum
ada tanda-tanda untuk merapikan hal tersebut.
Mengapa hal-hal sejenis perlu
diatur lebih teliti dan seksama? Serupa dengan Setarbak, ada beberapa
perusahaan yang core business-nya secara harfiah bukan pada pengumpulan
dana masyarakat namun berujung pada saldo mengedap milik konsumen yang nominal keseluruhannya
sangat besar. Toko Oranye, Toko Hijau yang terafiliasi pada Ojek Hijau dll.
Tentu kurang fair bagi lembaga keuangan resmi bukan?
Kembali pada Setarbak. Saya
membayangkan Setarbak nantinya mempunyai ijin dari otoritas moneter untuk
mengumpulkan dana masyarakat melalui Akun Setarbak tadi. Lalu, Setarbak Keliling
(Setarling), yang juga sangat popular bagi warga Jakarta, tentu mempunyai peluang
yang sangat besar untuk melakukan hal serupa jika diakuisisi oleh Setarbak.
Mengingat basis konsumen Setarling juga sangat fanatik, masif, dan luas. Menarik? Tertarik mengakuisisi Setarling sebelum Setarbak yang melakukannya?
Gunawan Wiyogo Siswantoro
Kendal, 2 Maret 2022
Luar biasa Pak Gunawan, mencerahkan dan inspiratif
ReplyDelete