Legadema

Legadema. Sebuah nama yang disematkan kepada seekor macan tutul betina muda di Afrika. Nama itu disematkan oleh dua peneliti (Derek dan Beverly Joubert) yang mulanya mengamati macan tutul itu dan berakhir keduanya jatuh hati pada si macan tutul cantik itu di tengah belantara alam Afrika. Derek dan Beverly kemudian mengabadikan Legadema dalam buku dan film dokumenter berjudul Eye of The Leopard

Legadema awalnya ditinggalkan oleh induknya saat masih sangat muda dan kemudian mulai diamati oleh Derek dan Beverly dari waktu ke waktu. Legadema mengalami fase layaknya makhluk hidup pada umumnya. Mengenali lingkungan sekitarnya, berusaha bertahan hidup, gagal, belajar, sukses dalam perburuan pertamanya dan seterusnya. Fase-fase tersebut tak luput dari tangkapan kamera Derek dan Beverly yang mengamati tutul betina ini dengan takjub. Legadema berinteraksi dengan mereka dengan sebuah tingkat kepercayaan yang agak sulit dijelaskan mengingat bagaimanapun Legadema adalah salah satu predator paling efektif dan efisien di muka bumi. Hubungan mereka yang istimewa dengan Legadema inilah yang membuat nuansa romantisme dan emosional sangat terasa. Hingga pada satu titik Derek dan Beverly harus kembali ke negaranya dan menyelesaikan buku dan film dokumenter mereka, Eye of The Leopard. 

Beberapa bulan setelahnya, Derek dan Beverly kembali untuk mencari macan tutul spesial mereka. Setelah beberapa pencarian yang berliku, keduanya berhasil melakukan reuni dengan Legademi. Macan tutul yang mencuri hati keduanya.

Terus terang, ada perasaan haru melihat seberapa jauh hubungan antar spesies dapat berdampingan mengingat karakter masing-masingnya. Ditulis dan dinarasikan dengan sangat menyentuh menjadikan buku dan film Eye of The Leopard begitu menarik perasaan setiap orang ikut larut.

Namun, sekali lagi, pikiran skeptis terselip di sela-sela perasaan haru itu. Afrika. Dunia ketiga. Explorers. Reserchears. Raw nature materials. Rare earth elements. Mineral. Seperti terbayang Grasberg saat sebelum menjadi salah satu tambang emas terbesar di dunia.

Penjelajah dan peneliti. Sama sekali bukan hal yang buruk. Namun, mengetahui bagaimana proses tambang emas Grasberg dulu ditemukan seakan membawa impresi yang aneh setiap kali ada penjelajah atau sosiolog atau antropolog atau peneliti dari negara asing yang melakukan pekerjaannya di salah satu negara ketiga ataupun negara berkembang.

Bagi yang belum familiar, Grasberg awalnya ditemukan secara tidak sengaja oleh antropolog dan sosiolog yang melakukan penelitian di bumi Papua sebelum beberapa geolog meneliti dan mencarinya. Penemuan tersebut menjadi titik awal penelitian-penelitian dari berbagai disiplin ilmu yang lebih kompleks ke Mimika dimana tambang Grasberg berada. Selanjutnya, entah apakah ada relevansi yang kuat berlatar belakang penemuan potensi tambang tersebut, berbagai bentuk bantuan kemanusiaan mulai mengalir kesana mulai dari aspek kesehatan berupa pembangunan fasilitas kesehatan mulai digelontorkan. Kemudian aspek pendidikan dalam bentuk pembangunan sekolah-sekolah. Bantuan makanan yang tidak terhitung. Kemudian, secara kronologis timeline, kerjasama itu pun disepakati, Business to Business atau Business to Government, entah yang mana.

Harusnya saya tidak selalu skeptikal seperti ini. Satu peneliti/penjelajah yang kebetulan menemukan sesuatu yang besar tentu tidak dapat menjadi dasar prejudgment kegiatan penelitian dari penjelajah/peneliti keseluruhan. Sangat tidak adil tentunya. Hanya saja, disinilah kita sekarang. Menatap tambang itu di pekarangan kita, dari kejauhan.

Be well, Legadema, dimanapun kamu berada, O Leopard with beautiful blue eyes.

 

Gunawan Wiyogo Siswantoro

Kendal, 1 Maret 2022

 

Comments

Popular posts from this blog

Labirin 'Loopless' Bernama Dilatasi Waktu (Opini)

Nusantara: Romantisme Masa Lalu

Jaya Jaya Wijayanti! (Resensi Buku Seri Kelima Gajah Mada: Hamukti Moksa)