Gang Buntu, Sejenak
Buntu. Setelah
beberapa hari mencoba streak menulis dengan tema satu hari satu tulisan, tepat di hari
ketujuh, stagnansi menulis menghampiri. Kata-kata yang coba saya susun terasa lebih hambar dari biasanya. Tidak terlalu bermakna, dan tidak satir juga. Sepoh.
Menulis itu menyenangkan bagi saya pribadi. Lah kok jadi malas. Malah, sampai ada niatan untuk menggeser target satu hari satu tulisan menjadi satu minggu satu tulisan. Tapi, lagi-lagi, karena saya mengenal diri sendiri cukup baik, saya yakin target yang dikendorkan itu akan terus-menerus kendor menjadi satu tahun satu tulisan. Seperti yang sudah-sudah. Kendor-kendoran: Batal. Target satu hari satu tulisan masih menjadi patokan.
Menulis itu menyenangkan bagi saya pribadi. Lah kok jadi malas. Malah, sampai ada niatan untuk menggeser target satu hari satu tulisan menjadi satu minggu satu tulisan. Tapi, lagi-lagi, karena saya mengenal diri sendiri cukup baik, saya yakin target yang dikendorkan itu akan terus-menerus kendor menjadi satu tahun satu tulisan. Seperti yang sudah-sudah. Kendor-kendoran: Batal. Target satu hari satu tulisan masih menjadi patokan.
Sebenarnya,
beberapa tema sudah saya persiapkan untuk dikembangkan menjadi tulisan. Bahkan
beberapa diantaranya sudah lengkap dengan kerangka berpikirnya. Ada yang
tentang penjajahan selama 350 tahun, ada ulasan tentang kualitas pendidikan,
ada juga tentang membangun negara lewat desa. Lalu, lanjutan potongan-potongan
cerita tentang Faraq. Banyak. Tapi,
sementara, hari ini sedang mandeg. Di
tengah kemandegan ini, saya kembali
mengagumi Pak Dahlan Iskan. Yang punya DI’s
Way. DI’s Way ini Semacam jurnal
harian Pak Dahlan Iskan tentang apapun. Spekrum tulisan beliau sangat luas. Ya,
memang dari DI’s Way ini saya tergoda
untuk menulis lagi di blog pribadi, www.sharehere.blogspot.com ini. Di titik itu saya kagum, betapa kuat ide
dan semangat Pak Dahlan Iskan. Coba bayangkan, beliau konsisten menulis satu
hari satu tulisan selama beberapa tahun. Tulisannya pun tidak receh seperti
ini. Ada risetnya, ada analisa tajamnya, selalu ada satir-satir yang khas, santai.
Jika butuh
pembenaran, ya bisa saja saya mengelak dengan dalih Pak Dahlan adalah wartawan
senior, yang punya Jawa Pos, mempunyai jam terbang menulis dengan tekanan besar
dalam waktu terbatas yang sama sekali tidak sedikit. Tapi,
pembenaran-pembenaran itu untuk apa? Toh tidak
membantu saya segera aktif menulis lagi, kan?
Akhirnya saya putuskan untuk menuliskan kebuntuan menulis saya dengan
menuliskannya dalam sebuah tulisan. Jadilah tulisan tanpa arah ini. Dan persis
setelah saya mengetik kalimat sebelum ini, saya jadi semangat untuk menulis
salah tema yang ada di paragraf kedua tulisan ini. Tentang penjajahan selama
350 tahun. Kan, mending ditulis saja
ya meskipun buntu. Cukup membantu ternyata. Stimulan.
Gunawan Wiyogo Siswantoro
11 Mei 2020
Comments
Post a Comment