Spektrum Politik
Jusuf
Kalla kembali mengutarakan opini publiknya. Beliau lagi-lagi menyoroti
kebijakan penanganan pandemi Covid19 yang dikeluarkan oleh pemerintahan saat
ini. Soal berdamai dengan virus. Jusuf Kalla memang secara pengalaman lebih kenyang ketimbang
pejabat publik kebanyakan yang saat ini duduk di kursi penguasa. Lebih senior.
Diuji oleh virus flu burung.
Beberapa saat lalu, Presiden Joko
Widodo menghimbau masyarakat Indonesia untuk berdamai dengan Covid19. Hal
tersebut tentu saja penyataan konotatif. Bersayap artinya. Namun hal ini serta
merta menimbulkan berbagai reaksi di kalangan masyarakat dan elit politik.
Tidak terkecuali Jusuf Kalla.
Setidaknya beberapa hal yang
disampaikan dalam pernyataan Jusuf Kalla terkait soal damai tadi. Pertama,
istilah damai ini tidak tepat. Berdamai, sebut Jusuf Kalla, itu kalau dari dua
belah pihak sepakat. Sedangkan bagaimana kita berkomunikasi dengan virus. Ini satir dan retoris. Kedua, sedari awal Jusuf Kalla mengusulkan opsi lockdown dalam penanganan Covid19.
Dan seperti yang kita ketahui sama-sama,
lockdown bukan pilihan pemerintah. Ketiga, Jusuf Kalla merasa pemerintah
lebih mementingkan penyelamatan sektor ekonomi, meskipun beberapa program dan pernyataan
pemerintah menyatakan bahwa penyelamatan kesehatan dan ekonomi rakyat adalah
dua hal yang sama-sama dijaga. Tidak terpisah penanganannya. Itu penjelasan
resmi pemerintah.
Kemudian yang lebih konkret, Jusuf Kalla menyarankan bantuan
sosial ada baiknya diberikan dalam bentuk tunai, BLT. Bukan sembako. Mungkin
pertimbangan beliau adalah fakta bahwa banyak masyarakat yang bahkan untuk
memasak sembako tadi pun tidak mempunyai uang untuk membeli gas elpiji. Apa iya
mau dimakan mentah bantuan-bantuan itu? Mungkin seperti itu bayangannya.
Yang menarik adalah sikap Jusuf
Kalla setelah berada di luar lingkaran kekuasaan. Sikap beliau ini mirip sekali
sebelum tahun politik 2014. Tentu saja yang perlu dipahami bersama adalah fakta
bahwa beliau adalah pengusaha dan politikus. Politikus tidak boleh netral,
pengusaha kalau bisa ya tidak rugi. Apakah Jusuf Kalla tidak netral dan
berorientasi pada untung-rugi? Khusnuzon
dan tabayyun. Penilaian kita tidak
boleh pukul rata dan tidak berkabut. Penilaian juga tidak hanya hitam dan
putih. Agar kita dapat melihat indahnya spektrum warna.
Gunawan Wiyogo Siswantoro
21 Mei 2020
Comments
Post a Comment