Kedok-Kedok Agama

Perang Aceh menjadi salah satu kondisi perang yang sangat berat bagi penjajah Belanda. Belanda menanggung salah satu biaya perang terbesar dalam kolonisasi Belanda di Indonesia. Banyak tentara yang gugur. Logistik gila-gilaan dipasok. Namun hasilnya nihil. Belanda kalang kabut. Perang Aceh menjadi perang vital yang harus dimenangkan kala itu. Tetapi pejuang Aceh sungguh ulet. Belanda pun berpikir keras. Sampai-sampai unit Marsose pun dibentuk. Namun faktor terpenting dalam pemenangan Perang Aceh terletak pada satu sosok. Snouck Hurgronje.

Snouck Horgrenje lahir dengan nama lengkap Christiaan Snouck Hurgronje. Latar belakang pendidikannya adalah teologi, keagamaan. Perannya menjadi sangat penting saat Belanda menemui jalan buntu menghadapi pejuang-pejuang Aceh. Hurgronje adalah penganut Protestan yang taat. Namun demi kepentingan Belanda, dia akhirnya berani berkedok Islam. Hal ini bukan hal yang sulit baginya karena latar belakang studinya adalah teologi. Salah satu yang dipelajari adalah agama Islam. Belum lagi bertahun-tahun pengalamannya di Mekkah dan Jeddah. Plus, kefasihannya dalam berbahasa Arab menjadikan Hurgronje cukup meyakinkan memainkan perannya sebagai muslim yang taat. Lengkap dengan cara berpakaiannya. Luar biasa detil. Pengetahuannya tentang budaya Islam menjadi amunisi yang kuat untuk merancang strategi untuk memenangi Perang Aceh.

Hurgronje bahkan mengambil nama Haji Abdul Ghaffar untuk menguatkan kesan Islaminya. Untuk memperoleh kepercayaan rakyat Aceh. Agendanya satu. Memisahkan konsep Islam dengan politik. Memisahkan perjuangan rakyat Aceh dengan semangat keislamannya. Pengamatannya tersebut dilaporkan secara berkala kepada Belanda, mengambil simpati para petinggi di rakyat Aceh agar mengendurkan perlawanan. Bahkan tak segan dia mengutip fatwa-fatwa agama namun dipelintir untuk memecah kekuatan rakyat. Sangat khas divide et impera.

Strategi serupa pun pernah terjadi dalam runtuhnya kekuasaan Ottoman. Tokohnya Thomas Edward Lawrence. Fiuh. Sementara pendek saja dulu. Semoga sejarah tidak terulang untuk yang satu ini.

Gunawan Wiyogo Siswantoro
20 Mei 2020

Comments

Popular posts from this blog

Labirin 'Loopless' Bernama Dilatasi Waktu (Opini)

Nusantara: Romantisme Masa Lalu

Jaya Jaya Wijayanti! (Resensi Buku Seri Kelima Gajah Mada: Hamukti Moksa)